NASIONAL KINI ■ Ketua MPR RI Bambang Soesatyo membongkar kesibukan bisnis dan aktivitas keseharian Fahri Hamzah, pasca 'pensiun' dari Parlemen. Pertama kali masuk sebagai anggota MPR RI pada tahun 1998 atas permintaan Presiden BJ Habibie, berbagai jabatan publik pernah diemban Fahri Hamzah selama 20 tahun berada di Parlemen. Antara lain anggota Komisi III DPR RI, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, hingga puncaknya menjadi Wakil Ketua DPR RI.
"Siapa tak mengenal Fahri Hamzah. politisi kawakan yang penuh 'kontroversi' dengan pemikiran 'out of the box' ini adalah salah satu Singa Parlemen. Aumannya menggetarkan banyak pihak. Dimana ada keriuhan politik, disitu ada Fahri Hamzah. Kini, setelah tak lagi mengemban jabatan publik, ia mengaku lebih santai, lebih ringan, dan bisa menjadi lebih apa adanya," ujar Bamsoet usai ngobrol dengan Fahri Hamzah, di studio Podcast NGOMPOL di Jakarta, Rabu (14/10/20). Wawancara lengkapnya dapat disaksikan di Kanal YouTube Bamsoet Channel.
Ketua DPR RI ke-20 ini mengungkapkan, menurut Fahri Hamzah, saat ini ada tiga penyakit umum yang masih menghinggapi perpolitikan Indonesia. Pertama, kurang pandai berencana, sehingga tiba masa hilang akal. Kedua, dalam pelaksanaan terhadap apapun, terkadang lebih sibuk ingin dianggap sukses, sehingga tak peduli proses. Ketiga, citra bisa mengalahkan kinerja.
"Ketiga penyakit tersebut, menurut Fahri Hamzah, berakar dari feodalisme. Karena itulah, bangsa Indonesia masih memerlukan sosok Fahri Hamzah untuk mengaum. Untuk memberikan berbagai pemikiran yang 'liar', yang tak hanya enak di dengar, melainkan pemikiran tajam yang berguna bagi kebaikan bangsa dan negara. Termasuk untuk mengikis feodalisme dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," ungkap Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, dalam managemen pemerintahan, Fahri Hamzah menekankan ada tiga problem utama yang perlu diperbaiki. Pertama, masalah dapur (internal). Kedua, operator. Dan ketiga, penasehat. Ketiga masalah tersebut semakin terlihat dalam cara pemerintah menangani pandemi Covid-19.
"Fahri Hamzah menilai, secara kolektif kabinet perlu melakukan switch mindset menjadi kabinet krisis, kabinet perang. Artinya, harus ada kekompakan dan totalitas dari setiap anggota kabinet dalam menghadapi Pandemi Covid-19. Tak ada yang berjalan sendiri-sendiri," tandas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, Fahri Hamzah juga mendorong pemerintah menggerakkan rakyat untuk menghidupkan desa. Mengingat perdagangan antar negara semakin jatuh. Indonesia harus mengintensifkan perdagangan antar pulau, semua barang yang dulu di impor, kini harus bisa diproduksi sendiri. Basis industri UMKM dikembangkan dan koperasi dihidupkan. Sehingga, kelak pertumbuhan ekonomi bergeser dari berbasis kota menjadi berbasis desa.
"Fahri Hamzah menilai saat ini merupakan momentum yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk hidup mandiri, sesuai konsep Revolusi Mental yang digagas Presiden Joko Widodo. Saatnya kita berlari cepat, mumpung seluruh negara dunia sedang melambat," tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini menerangkan, dirinya pernah melihat Fahri Hamzah ngobrol sangat asyik dengan Presiden Joko Widodo di acara penganugerahan Bintang Mahaputera. Saat itu, gesture Presiden Joko Widodo terlihat sangat mengapresiasi Fahri Hamzah.
"Walaupun kritik pedas seringkali terlontar dari ucapan Fahri Hamzah, bukan berarti hubungan personalnya dengan Presiden Joko Widodo tak baik. Justru sebagaimana diakui Presiden Joko Widodo di berbagai kesempatan, dirinya merindukan sosok kritis seperti Fahri Hamzah. Menjadi teladan bahwa dalam berpolitik, tak boleh sampai terbawa ke masalah pribadi. Tidak boleh personal, karena kita tidak sedang bercinta, tapi mengurus negara. Jadi, tidak boleh baperan (bawa perasaan). Karena kritik maupun apresiasi semata bukan tentang sosok pribadi seseorang, melainkan demi kebaikan bangsa dan negara," pungkas Bamsoet. (*)