NASIONAL KINI ■ Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi kelahiran Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa, yang merupakan alih status dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2020. Tak hanya menjadi kebanggaan bagi umat Hindu, melainkan juga bagi Bangsa Indonesia, karena telah memiliki universitas negeri hindu pertama di Indonesia.
"Penerbitan Perpres tersebut oleh Presiden Joko Widodo merupakan manifestasi pengakuan dan penghormatan negara atas keberagaman dan kemajemukan bangsa. Dalam konsepsi kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak ada lagi sekat-sekat yang membatasi seperti dikotomi mayoritas-minoritas, termasuk dalam aspek keagamaan, karena semua aspirasi dan kepentingan diperhatikan oleh negara," ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa, Bali, Selasa (22/12/20).
Ketua DPR RI ke-20 ini menekankan, peningkatan status dari Institut menjadi Universitas juga menghadirkan konsekuensi semakin besarnya tanggung jawab akademis yang harus diemban civitas akademika UHN I Gusti Bagus Sugriwa. Antara lain pengembangan kampus untuk melahirkan sumber daya manusia yang tidak saja berkualitas dari aspek mutu pendidikan, tetapi juga dari aspek kebangsaan.
"Tantangan mewujudkan visi membangun UHN I Gusti Bagus Sugriwa sebagai kampus yang terdepan dalam dharma, widya dan budaya, akan semakin kompleks dan dinamis. Sebagai kampus yang berbasiskan agama, tantangan ke depan tidak hanya dalam hal memperjuangkan dharma sebagai nafas kampus, melainkan juga mempertahankan, menjaga dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal di tengah derasnya gempuran arus globalisasi," tandas Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia ini menilai, sebagai representasi 'wajah pariwisata' Indonesia, Bali menjadi pusaran arus peradaban yang masuk melalui kehadiran jutaan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Kehadiran wisatawan memang telah menyumbangkan kontribusi penting dalam memajukan perekonomian. Namun juga harus menyadari bahwa pariwisata bisa menjadi pintu masuk bagi berbagai paham, yang jika tidak kita sikapi dengan hati-hati, dapat menggerus nilai-nilai kearifan lokal bangsa.
"Daya tarik Bali tidak hanya dari keindahan alamnya, tetapi juga dari keramah-tamahan penduduk dan kekhasan adat istiadat serta budaya, yang sangat kental diwarnai nilai-nilai ajaran agama Hindu. Disinilah peran penting UHN I Gusti Bagus Sugriwa sebagai institusi akademis yang lekat dengan agama Hindu, untuk menjaga, mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal tersebut melalui implementasi dharma perguruan tinggi," nilai Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menjelaskan, nilai-nilai keagamaan merupakan fitrah kebangsaan yang diwariskan para founding fathers. Karena itu, tidak boleh ada pengingkaran dalam bentuk apa pun terhadap fitrah kebangsaan tersebut. Saat ini di Indonesia telah diakui 6 agama, di samping masih ada puluhan aliran kepercayaan yang ada.
"Keberagaman kehidupan beragama merupakan kekayaan heterogenitas yang kita miliki sebagai sebuah bangsa. Karena dari sekitar 270 juta penduduk Indonesia, terdapat 733 bahasa dan 1.340 suku, yang hidup tersebar di kepulauan Nusantara," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menerangkan, isu agama mempunyai sensitivitas yang tinggi, yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat tumbuh menjadi konflik horisontal, serta dijadikan sebagai media untuk memecah belah dan mengadu domba di antara sesama anak bangsa. Beruntung bangsa Indonesia memiliki Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang menyatukan berbagai keberagaman tersebut dalam satu ikatan kebangsaan.
"Kita juga patut bersyukur bahwa berdasarkan data Kementerian Agama, Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) di Indonesia pada periode tahun 2019 mencapai angka rata-rata 73,83, atau meningkat 2,93 poin dari tahun 2018 sebesar 70,90. Khusus untuk Provinsi Bali, IKUB pada tahun 2019 berada di atas rata-rata IKUB Nasional, yaitu sebesar 80,1," pungkas Bamsoet. (*)