NASIONAL KINI | SUKABUMI – Di balik tembok sederhana Yayasan Mahabbaturrosul, terpatri kisah penuh dedikasi dari seorang ulama yang tak hanya berdakwah dengan lisan, tapi juga dengan peluh dan keteguhan hati. Dialah Habib M. Fahmi Assegaf, sosok yang membaktikan hidupnya demi pendidikan Islam, membangun dari nol sebuah yayasan yang kini menaungi pondok pesantren, PAUD, MDTA, hingga majelis taklim.
Yang tak banyak orang tahu, seluruh kebutuhan operasional yayasan ini—dari makan santri hingga listrik ruang belajar—dibiayai sendiri oleh Habib Fahmi dari usaha pengolahan limbah kayu yang ia jalankan. Tanpa sokongan donatur tetap, ia terus berjuang agar roda pendidikan tetap berputar, agar generasi Islam tak kehilangan tempat untuk belajar dan mencintai Rasulullah.
“Kalau urusan pribadi, ibu saya di Arab sana bahkan menyuruh saya pulang. Tapi saya berpikir, kalau saya tinggalkan tempat ini, siapa yang akan mengurus para santri, murid, dan jamaah yang sedang tumbuh bersama Mahabbaturrosul?” ujarnya penuh haru saat ditemui, Minggu (8/6/2025).
Di balik semangatnya yang membara, Habib Fahmi menyimpan kekhawatiran mendalam. Ia sadar, jika kelak ia tiada, belum tentu perjuangannya bisa langsung diteruskan. Belum ada sistem pendanaan yang berkelanjutan. Tidak ada jaminan bahwa listrik, makanan, dan fasilitas pendidikan akan terus tersedia bagi anak-anak yang menggantungkan masa depannya di yayasan ini.
“Kadang saya terpikir, kalau saya meninggal, siapa yang akan urus semua ini? Siapa yang akan pastikan mereka tetap bisa belajar dan berjuang? Semua masih saya yang biayai,” ungkapnya pelan.
Namun, di tengah semua keterbatasan itu, tekadnya tidak surut. Habib Fahmi tak menyerah. Ia terus membangun dan merancang usaha yang kelak bisa menopang yayasan secara mandiri, agar Mahabbaturrosul tetap menjadi mercusuar dakwah yang tak pernah padam.
“Saya ingin meninggalkan sistem dan usaha yang bisa jadi sumber keberkahan bagi Mahabbaturrosul. Supaya semua ini bisa terus hidup, berkembang, dan memberi manfaat,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Di akhir perbincangan, ia menitipkan pesan yang menggugah hati: “Menanti kepedulian dalam kebersamaan untuk pendidikan Islam generasi umat Rasulullah, sebagai bekal kematian kita semua.”
Yayasan Mahabbaturrosul bukan hanya lembaga pendidikan. Ia adalah ladang amal jariyah, tempat para pejuang ilmu dan iman bertumbuh. Kini, perjuangan itu mengetuk pintu hati umat—mungkin termasuk Anda—untuk bersama-sama menjaga bara dakwah agar tetap menyala.
Penulis: Dani Sanjaya Perma